Welcome

"You are what you think. You are what you go for. You are what you do. Anda adalah apa yang anda pikir, anda adalah kemana anda pergi, anda adalah apa yang anda lakukan."

Kamis, 05 Januari 2012

ISLAM DAN SENI

Islam adalah agama yang mencintai keindahan dan mendambakan terwujudnya keteraturan dan harmoni dalam berbagai hal. Inilah sebenarnya hakikat islam yang pernah ditengarai Nabi saw. Dalam sebuah sabdanya “sesungguhnya Allah Maha indah, mencintai keindahan”. Seni pada hakekatnya adalah kreasi-kreasi keindahan yang tak pernah ditentang islam. Namun demikian, tampaknya harus segera ditegaskan bahwa islam memang lebih memperioritaskan prinsip moralitas dari sekedar prinsip keindahan. Dengan kata lain, kreasi-kreasi artistik dan estetik harus dikaitkan dengan, dan berada di bawah kendali, etika dan moral. Inilah sebenarnya sikap dasar Islam terhadap berbagai bentuk kesenian. Standar islam dalam menilai berbagai karya seni sebenarnya dapat diformulasikan dalam sebuah kaidah : “seni yang baik adalah baik, seni yang buruk adalah buruk”. Al-Qur’an-memiliki ayat-ayatnya yang cukup banyak- kerap kali mengajak pembacanya untuk memerhatikan keindahan alam raya dengan segala keteraturan dan keserasiannya. Alam raya adalah kreasi Sang Maha indah yang tak pelak telah merefleksikan keindahan dan kesempurnaan penciptanya. Alam raya memang lebih dari sekedar pesona keindahan yang menimbulkan decak kagum mereka yang mengamatinya. Jika demikian halnya perintah al-Qur’an untuk mengamati keindahan alam menjadi mustahil bila islam dianggap memusuhi keindahan karya-karya seni dan kesenian. Islam sama sekali tidak menolak karya-karya seni dan kreasi-kreasi kesenian yang luhur. Yang ditolak oleh islam adalah karya seni picisan yang rendah lagi amoral. Dari penjelasan di atas, jelaslah kiranya bahwa tak ada alasan bagi islam untuk menolak suatu karya seni yang menimbulkan kedamaian pikiran, mengasah kelembutan hati, serta melatih sensitivitas perasaan. Tetapi seni yang keluar dari tujuan luhurnya, yang sengaja membangkitkan selera rendah birahi manusia, adalah suatu karya destruktif yang akan meluluhlantakkan kehidupan dan bangunan peradaban umat manusia. Karya-karya yang berselera rendah dan amoral sebenarnya tidak layak disebut sebagai seni, tetapi lebih tepat disebut sebagai kejahilan hedonistik yang harus ditolak. Musik dan lagu yang diaransemen dengan apik, lirik yang baik, nada yang asyik dengan dukungan karakter vokal yang kuat dan merdu, tentu tidak akan ditolak oleh islam, selama musik dan lagu itu mengindahkan prinsip-prinsip kepatutan dan moralitas. Nabi Muhammad saw pernah memuji suara merdu Abu Musa al-‘Asy’ari yang tengah menyenandungkan ayat-ayat al-Qur’an. Nabi juga memilih suara mereka yang bersuara nyaring dan merdu untuk mengumandangkan azan. Bahkan Nabi saw pernah mendengar suara genderang ditabuh dan seruling mendayu-dayu tanpa merasa sungkan. Suatu ketika, di hari raya, Abu Bakar menyaksikan putrinya yang juga menjadi istri Nabi, Aisyah, tengah mendengarkan dua sahaya perempuannya bernyanyi sambil diiringi tabuhan gendang. Menyaksikan hal itu, Abu Bakar melarang Aisyah mendengarkan nyanyian dua sahayanya itu. Namun Nabi saw menolak keberatan Abu Bakat itu seraya berkata “biarkanlah kedua sahaya melakukan hal itu, wahai abu bakar. Sesungguhnya hari ini adalah hari raya”. Nabi saw bahkan pernah meminta Aisyah untuk mengutus seseorang yang dapat bernyanyi untuk suatu resepsi perkawinan salah seorang kerabatnya. Hadits-hadits yang berkaitan dengan diperbolehkannya musik dan lagu sebenarnya cukup banyak. Kesemua riwayat itu menjelaskan, bahwa lagu dan musik bukanlah dua hal yang dilarang dalam islam, selama keduanya tidak mengandung kemungkaran-kemungkaran amoral yang ditentang islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar